Sihir Kapitalisme dan Imajinasi Saya yang Kekanak-kanakan

Michael Pandu Patria
4 min readApr 7, 2021

--

source: https://9gag.com/gag/aZLyoGV

Fredric Jameson, suatu kali pernah menuliskan, “It’s easier to imagine the end of the world than to imagine the end of capitalism”. Klausa ini, menurut saya seakan ingin menunjukkan bahwa kapitalisme adalah sesuatu yang inevitable, suatu keniscayaan yang tak terhindarkan dan absolut. Tidak ada yang bisa mengakhiri kapitalisme, bahkan mungkin kiamat sekalipun tidak akan bisa. Ya, akhirnya memang lebih mudah membayangkan akhir dari dunia, daripada membayangkan akhir dari kapitalisme. Kapitalisme sungguhlah ajaib, mungkin ia punya sihirnya sendiri. Kalau Marx dalam Manifesto-nya menyebut bahwa hantu komunisme tengah menghantui Eropa, Kapitalisme telah berhasil menciptakan sihir yang mengutuk seluruh dunia.

Bicara tentang sihir, pikiran saya langsung tertuju pada karya besar dari J.K. Rowling, Harry Potter. Di tengah kebosanan yang saya hadapi selama bencana covid-19 menghantam dunia, saya sempat membaca kembali beberapa novel Harry Potter yang saya miliki di rumah. Sebuah akun parodi Slavoj Žižek menuliskan sebuah gagasan yang menarik bagi saya, “I think boredom is the beginning of every authentic act. (…) Boredom open up the space, for new engagements. Without boredom, no creativity. If you are not bored, you just stupidly enjoy the situation in which you are”. Mungkin karena kebosanan yang luar biasa, akhirnya saya menulis entah apa ini. Kebosanan mendorong saya untuk berpikir ngawur, mungkin lama kelamaan saya akan menjadi gila. Namun inilah yang saya pikirkan, bahwa kapitalisme serupa sihir yang memperbudak manusia, menjadikan manusia layaknya peri-rumah.

Dalam dunia Harry Potter, peri rumah adalah suatu makhluk kecil yang dijadikan budak untuk bekerja melayani para penyihir (yang adalah manusia). Peri-rumah secara esensial merupakan makhluk yang diciptakan sebagai budak. Mereka akan melayani satu keluarga dalam waktu yang lama selama hidupnya, misalnya, Dobby sang peri-rumah yang melayani keluarga Malfoy, atau Kreacher yang melayani keluarga Black. Karena secara esensial mereka diciptakan sebagai budak, maka mereka akan menganggap perbudakan yang dilakukan terhadap mereka sebagai hal yang benar dan lumrah, sudah selayaknya mereka diperbudak. Mereka akan selalu mematuhi apa kata anggota keluarga dari tuan mereka, dan tidak akan patuh kepada yang lain. Mereka bisa saja melawan dan tidak patuh kepada tuan mereka, namun mereka akan menghukum diri sendiri jika melakukannya, seperti Dobby, yang pada Harry Potter and the Chamber of Secrets, menghukum diri sendiri dengan menyetrika tangannya ketika ia berusaha “menyelamatkan” Harry Potter (tindakan ini dapat diartikan melawan kemauan Lucius Malfoy, yang merupakan salah satu pelayan setia dari sang villain utama, Lord Voldemort atau Dia-yang-namanya-tak-boleh-disebut).

Dalam serinya yang keempat, Harry Potter and the Goblet of Fire, diceritakan bahwa Hermione membentuk sebuah gerakan yang ia beri nama S.P.E.W (Society for the Promotion of Elfish Welfare) yang kemudian juga dikenal dengan nama House-Elf Liberation Front. Gerakan ini dibentuk oleh Hermione, yang kemudian merekrut Harry dan Ron, untuk memperjuangkan hak-hak dan kebebasan bagi para peri-rumah. Namun, pada akhirnya gerakan ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan dan perbudakan peri-rumah. Dapat dikatakan, gerakan pembebasan peri-rumah yang diinisiasi oleh Hermione ini, gagal. Mungkin perjuangan Hermione tampak sia-sia, namun hal ini lebih dipengaruhi oleh anggapan para peri-rumah itu sendiri yang merasa bahwa perbudakan yang dilakukan atas mereka itu layak dan benar untuk dilakukan. Dalam cerita Harry Potter and the Order of The Phoenix, diceritakan bahwa dalam keluarga Black, ada tradisi untuk memenggal kepala peri-rumah ketika mereka sudah terlalu tua dan tidak kuat memegang nampan teh. Kreacher, yang juga merupakan salah satu peri-rumah pelayan keluarga Black mempunyai ambisi agar suatu hari kepalanya akan dipajang di dinding Grimmauld Place, rumah besar milik keluarga Black. Penggambaran ini, bagi saya menunjukkan bahwa para peri-rumah memang terobsesi dengan perbudakan yang sesungguhnya membelenggu mereka. Peri rumah merupakan budak, dan mereka bangga akan hal itu. Selain itu, ada semacam sihir yang membuat peri rumah ini menginternalisasi perasaan bangga mereka sebagai budak.

Selain Harry Potter, dalam masa-masa karantina ini saya juga sempat membaca salah satu buku karya Slavoj Žižek. Buku itu berjudul Pandemic: COVID-19 shakes the world. Dalam buku tersebut, saya membaca salah satu bagian dimana Žižek mengutip Byung-Chul Han:

“Driven by the demand to persevere and not to fail, as well as by the ambition of efficiency, we become committers and sacrificers at the same time and enter a swirl of demarcation, self-exploitation and collapse. When production is immaterial, everyone already owns the means of production him- or herself. The neoliberal system is no longer a class system in the proper sense. It does not consist of classes that display mutual antgonism. This is what accounts for the system’s stability.” Han argues that subjects become self-exploiters: “Today, everyone is an auto-exploiting labourer in his or her own enterprise. People are now master and slave in one. Even class struggle has transformed into an inner struggle against oneself.” The individual has become what Han calls “the achievement-subject”; the individual does not believe they are subjugated “subjects” but rather “project: always refashioning, and reinventing ourselves” which “amounts to a form of compulsion and constraint–indeed, to a more efficient kind of subjectivation and subjugation. As a project deeming itself free of external and alien limitaitions, the I is now subjugating itself to internal limititions and self-constraints, which are taking the form of compulsive achievement and optimization.”

Bagian ini menarik bagi saya, karena pada akhirnya bagian ini jugalah yang membuat saya berimajinasi, cenderung halusinatif dan konspiratif, bahwa kapitalisme serupa sihir yang membuat kita menjadi seperti para peri-rumah. Pada akhirnya, kita mengeksploitasi diri kita sendiri. Gerakan-gerakan kiri, anti-kapitalisme tidak akan bisa menyelamatkan kita dari self-exploitation, layaknya Hermione yang gagal dengan gerakan pembebasan peri-rumah-nya, sebab sihir kapitalisme telah mengikat kita. Pada akhirnya kita akan mengeksploitasi diri kita sendiri dan tunduk di hadapan mekanisme pasar bebas.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Michael Pandu Patria
Michael Pandu Patria

Written by Michael Pandu Patria

Bagi saya menulis sama dengan mengelola sampah, karena menulis adalah salah satu cara mengelola pikiran, dan pikiran saya isinya sampah.

No responses yet

Write a response